RADARSEMARANG.ID, Bimbingan konseling (BK) merupakan salah satu alat dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam UU No 20 Tahun 2003. Sejauh ini dalam melaksanakan tujuan pendidikan nasional stake holder sekolah sangat membutuhkan peranan dari guru bimbingan dan konseling.
Guru bimbingan konseling dianggap mampu menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan peserta didik yang menunjang keefektifan proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Salah satu hal yang menunjang keberhasilan proses pembelajaran di sekolah adalah kenyamanan peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial sekolahnya.
Proses adaptasi dengan lingkungan sekolah sangat mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam menempuh kegiatan pembelajaran di sekolah. Ada beberapa hal yang terkadang ditemui oleh peserta didik baru dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya.
Mulai dari penyesuaian dengan waktu belajar di SMK, tugas-tugas dan interaksi sosial dengan teman kelasnya. Ada siswa yang mengalami tindakan bullying oleh teman-teman kelasnya.
Beberapa faktor yang melatar belakangi sikap bullying di sekolah yaitu pola asuh keluarga, lingkungan sekolah, dan teman sebaya.
Pola asuh keluarga sangat berperan menentukan sikap anak dalam berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Pola asuh keluarga yang cenderung kasar, otoriter akan berdampak kepada sikap anak yang cenderung keras dan menindas lainnya (pelaku bullying). Lingkungan sekolah yang terkadang menganggap hal tersebut menjadi “lumrah” seusia anak remaja, dan menganggapnya remeh.
Hal itu tentu tidak benar dan perlu dipahami bahwa setiap individu itu unik dan memiliki karakter sendiri yang kadang perlu dibantu dan ditolong dari pelaku bullying. Serta faktor teman sebaya, beberapa anak melakukan tindakan bullying tersebut agar bisa diterima oleh kelompok teman sebaya (genk). Maka dari itu peran dari guru gimbingan dan konseling sangat dibutuhkan untuk menyelasaikan perilaku bullying di sekolah.
Pada kasus ini penulis sebagai guru bimbingan dan konseling di SMKN 1 Karangdadap memanfaatkan layanan konseling kelompok dengan teknik role playing. Herlina (2015) mengatakan penggunaan role playing dalam kegiatan pembelajaran banyak memberikan manfaat pada siswa.
Layanan konseling kelompok dianggap tepat karena merupakan kegiatan layanan yang diberikan guru bimbingan dan konseling dengan format kelompok satu sampai tujuh peserta didik. Membahas masalah pribadi dan bersifat membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya dan mengoptimalkan segala potensinya.
Teknik role playing dipilih karena dalam pelaksanaan layanan konseling kelompok mendatangkan para konseli yang terdiri dari para pelaku bullying dan korban bullying. Pada teknik role playing para pelaku bullying diajak bergantian menjadi model korban (posisi dibalik). Sehingga para pelaku dapat merasakan menjadi korban, perasaan-perasaan yang dihadapi korban Ketika mengalami perilaku bullying, sehingga dapat memunculkan atau menstimulus sikap empati dari pelaku.
Pada kasus di kelas X Teknis Bisnis Sepeda Motor (TBSM) SMKN 1 Karangdadap teknik role playing ini dianggap efektif karena intensitas perilaku bullying di kelas tersebut menurun setelah dilakukan layanan konseling kelompok dengan teknik role playing.
Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa pertemuan klasikal dengan guru bimbingan dan konseling dan informasi dari guru mapel bahwa korban sudah mulai rajin berangkat sekolah. Dapat diterima di lingkungan kelasnya, serta perilaku agresif dari para pelaku mulai menurun. Juga tumbuh sikap menghargai dan empati. Tentunya hal itu akan berdampak baik dalam kegiatan proses pembelajaran di kelas X TBSM SMKN 1 Karangdadap. (fkp1/lis)
Artikel ini telah terbit di :
https://radarsemarang.jawapos.com/rubrik/untukmu-guruku/2021/10/06/role-playing-pada-layanan-konseling-kelompok-dalam-menyelesaikan-kasus-bullying/